Selasa, 15 November 2016

"Jon, di desa kita ada warung jual miras. Ayo kita tindak!"

"Nggak usah. Yang penting jadi orang baik."

Sebulan kemudian.

"Jon, para pemuda mulai suka mabuk-mabukan di warung itu. Ayo kita tindak sebelum terlambat!"

"Buat apa? Lha wong mereka juga nggak ganggu kita, kok."

Sebulan lagi berlalu.

"Jon, sekarang warung itu dibangun tambah megah. Nggak cuma jual miras, sudah ada pelacurnya juga. Setengah penduduk desa sudah jadi pelanggan. Kalau kita tidak menindak sekarang, besok-besok kita nggak akan punya kekuatan lagi."

"Urus diri sendiri dulu, nggak usah ngurusin orang lain."

Setahun kemudian.

"Jon, desa kita sudah jadi pusat maksiat. Masjid mau dirobohkan. Kamu, sebagai ta'mirnya, juga akan diusir."

"Lho, lho. Kok gitu? Ya jangan gitu, dong. Ayo kita lawan mereka!"

"Sudah terlambat, Jon. Kita sudah jadi minoritas. Dulu saat mereka dengan getol menanamkan ideologi dan memperluas kekuasaan, kita cuma *sekedar jadi orang baik*. Ternyata itu tidak cukup."

-Fiksi Opik Oman-

Sabtu, 29 Oktober 2016



Konsep Negara Maju

SD, SMP, SMA saya masih ingat. Guru saya bilang bahwa Indonesia ini adalah negara berkembang. Negara majunya adalah jepang, amerika serikat, singapura, belanda, dll.
Saat ini saya masih dengar. Pemerintah kita bilang di pidatonya : "kita berharap Indonesia dapat sejajar dengan negara-negara maju didunia"

Bedanya apa dulu dan sekarang?
Bagi saya ini sama saja. Indonesia dulu dan sekarang masih terbelakang. Itu kalau kita berpatokan sama teori guru kita dan teori pemerintah kita. Bahwa Indonesia belum menjadi negara maju.

Belasan tahun lalu, katakanlah tahun 2000, Indonesia adalah negara berkembang. Saya berangan angan Indonesia seiring waktu akan menjadi negara maju. Tapi berjalan waktu, sampai sekarang indonesia belum bisa dikatakan sebagai negara maju. Padahal Banyak industri maju yang dibangun di Indonesia, banyak sarana prasarana publik dibangun, banyak SDM berkualitas, penghasilan rata2 penduduk meningkat, dll. Katakan lah tahun 2016 ini kita bandingkan dengan tahun 2000. Wah, banyak sekali perubahannya. Tapi kenapa Indonesia sampai saat ini masih jadi negara berkembang?

Hayo berpikir !
Itu karena negara maju yg jadi standar kita (jepang, As, singapura) juga mengalami pertumbuhan dan kemajuan.
Indonesia mau disejajarkan bagaimana ?
Indonesia bisa tumbuh pesat, tapi negara negara maju itu juga tumbuh. Amerika tumbuh, jepang tumbuh, singapura tumbuh...  ya sampai kapanpun kita tidak akan sejajar. Itu faktanya.


Kenapa pemerintah dari dulu ngotot mati-matian menjadikan negeri ini unggul sektor perindustriannya? Ngotot ingin jadi negara penghasil teknologi dan mesin. Ngotot membangun kota-kota megah dan mewah agar sejajar dengan katakanlah singapura.

Padahal faktanya, sampai sekarang industri kita khususnya teknologi jauh kalah dengan jepang, pembangunan kota megah dan mewahnya masih tetap kalah dengan singapura.

Apa yang sesungguhnya dikejar oleh pemerintah kita ?

Barangkali kita bisa berpikir dari sisi yang berbeda. Saya ingin katakan bahwa untuk membangun diri kita, kita butuh terlebih dahulu mengenal diri kita, siapa kita, apa potensi/bakat kita, apa keunggulan kita, apa kelemahan kita, dll. Barulah setelah itu menentukan tujuan, dan mengeksekusinya. Begitupun dalam membangun negeri ini. Saya pikir sebelum kita "tancap gas", kita mesti mengenal dulu diri kita. Untuk mengenal diri kita, mari belanjar sejarah.

Dulu apa yang menyebab kan portugis dan belanda jauh jauh dari eropa datang ke indonesia ? Yap. Rempah-rempah.
Lalu apa yang membuat belanda betah di Indonesia, mendirikan persekutuan dagang Voc, bahkan sampai dengan rakusnya menguasai Indonesia lewat penjahahan? Yap, hasil buminya : pertaniannya, perkebunannya.
Setidaknya, itulah daya tarik kita bagi mereka.
Bumi Indonesia subur.
Oh ya satu lagi. Apa yang membuat pelaut-pelaut china, taiwan, australia, dll datang mencari ikan di Indonesia ? Yap. Karena hasil laut kita luar biasa melimpah.

Pertaniannya, perkebunannya, lautnya, Itu lho potensi indonesia. Bukan industri. Bukan teknologi.
Sayangnya kita tak semuanya sadar, ngotot membangun tata kehidupan kota dengan industri dan teknologi maju, sambil jauh mengesampingkan pertanian, perkabunan, laut kita.

Kita ini di Indonesia, negeri agraris terbesar di dunia. Sekarang sawah-sawah kita makin dilupakan, petani-petani kita ditelantarkan. Ironi negeri agrari, beras impor, gula impor, kedelai impor. Ironi negeri bahari, garampun impor. Tanah kita luas, tapi dilupakan peruntukannya. Sawah diratakan untuk dibangun pemukiman karena pemukiman digusur untuk dibangun perkantoran, industri, dan gedung tinggi. Ironi negeri ini, lupa pada potensi, demi mengejar gengsi untuk jadi negeri industri dan teknologi.

Pemerintah ngotot mengejar ketertinggalan industri agar sejajar Amerika. Ngotot mengejar ketertinggalan teknologi agar sejajar Jepang. Sayangnya lupa sama siapa Indonesia. Bahkan mungkin terlalu baik kalau kita sebut lupa, lebih tepatnya "tidak kenal" Indonesia.

Saat kita sampaikan ini, mungkin ada yang bertanya-tanya : "bukankah standar negera maju adalah kesejahteraan penduduknya?"
Ya benar, tapi kesejahteraan yang seperti apa? Kesejahteraan orang barat dengan kesejahteraan orang Indonesia itu beda versinya. Orang barat, punya rumah mewah, punya mobil mewah, punya gadget mahal, itu sejahtera. Nah, di Indonesia, jangankan dikasih rumah mewah/gadget mahal, dikasih kompor gas sama pemerintahnya saja dijual lagi. Katanya gak bisa pakainya. Takut meledak. Dsb.


Teman-teman yang terlalu sibuk dengan geliat kota besar, sejenak mampirlah ke pelosok negeri ini. Di gunung kidul Yogyakarta, saya sempat menyaksikan bagaimana standar kebahagiaan ditentukan bukan oleh seberapa materi yang dimiliki. Petani-petani itu, bahagia bukan main saat menyaksikan tanamannya subur. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Saat panen, apakah hasil penjualan panennya digunakan untuk membangun rumah mewah ? Atau membeli mobil sport ? Atau membeli hp teranyar ? Ah tidak mungkin. Bagi mereka cukuplah rumah gubuknya, asalkan masih bisa berteduh dari panas dan hujan. Saya menyaksikan betul bagaimana keikhlasan terpancar dari wajah mereka. Urip opo onone (hidup apa adanya). Hidup mereka tak banyak maunya, asal sekarang bisa makan, itu sudah bersyukur. Kebersahajaan itulah yang tidak kita temukan di kota.

Mohon maaf sekali, saya harus bandingkan dengan tata hidup kota dimana uang adalah segalanya. Kemewahan dan kemegahan adalah standar kesejahteraan dan kebahagiaan. Uang bisa membuat teman bahkan saudara bisa jadi musuh. Uang bisa membuat nyawa diregang. Uang bisa membutakan nurani. Tak ada "sahabat" bagi uang. Semua tujuan hidup mengarah ke uang. Kejar mengejar. Waktu terasa mahal karena patokannya adalah uang. Sampai-sampai lupa hakikat hidup untuk apa. Uang, uang, dan uang.

Saya tidak menyalahkan orang kota, tapi memang seperti itulah kenyataannya. Saya harus akui pula, sebelum jadi kota, kota juga dulunya desa. Karena geliat kehidupan yang didorong oleh semangat menjadi maju ala orang barat malah menyesatkan kita menjadi makhluk yang lupa pada karakter ke-desa-annya. Desa jadi kota.

Kembali ke topik negera maju.
Apa yang disampaikan guru SD saya memang benar, bahwa Indonesia hanyalah negara berkembang. Sekarang saya menyadari itu dan semakin pesimistik bahwa bangsa ini akan menjadi maju. Pasalnya, standar kemajuan suatu negara ditentukan oleh kesejahteraan penduduk yang pada kenyataannya sangat berbeda versi antara kesejahteraan orang (katakanlah) Amerika dengan orang Indonesia.

Optimisme saya waktu SD untuk ikut terlibat dalam membangun kemajuan bangsa, kini luntur setelah saya sadari bahwa Indonesia tak akan mampu sejajar dengan Amerika atau jepang. Luntur seluntur-lunturnya.

Saya merasa saya adalah korban dari adanya kesalah tafsiran tentang makna sejahtera, tentang makna bahagia.
Indonesia harus maju, tapi tidak harus melalui industri, teknologi, dan gedung-gedung pencakar langit. Indonesia sudah lebih maju dari jepang. Di jepang wanita dilegalkan untuk jadi pemain film porno. Wanita dieksploitasi habis-habisan bahkan diperlakukan lebih hina dari pada hewan. Bandingkan di Indonesia, begitu di jaganya wanita. Seorang wanita bahkan bisa menjadi presiden di negeri ini. Jepang yang katanya negara maju, begitu bobrok kebudayaannya dalam menghargai wanita.
Amerika, negera maju katanya. Namun banyak muslimah yang dihina hanya karena hijabnya terlalu rapat menutup tubuh. Atau muslim yang disangka teroris hanya karena jenggotnya menyerupai Osama. Ah, negeri maju kok masih banyak diskriminasi. Belum lagi kasus bunuh diri disana tergolong tinggi. Bagaimana mungkin penduduk yang katanya sejahtera itu sampai harus bunuh diri ? Apa itu bahagia?

Kalau sejahtera dan bahagia hanya dimaknai dengan adanya kepemilikan materi bagi saya tidak pas. Ada faktor lain : kebudayaan dan psikologi sosial penduduknya , harus juga dimasukkan. Kalau kita mau tengok lebih dalam lagi, kenyataannya Indonesia jauh lebih maju dari negara manapun.

Baiklah saya persingkat, tadi saya katakan bahwa saya adalah korban adanya kesalahtafsiran mengenai konsep negara maju. Dimana saat itu guru SD saya menempatkan indonesia sebagai negara berkembang yang padahal Indonesia adalah negara yang maju. Hanya saja aspek maju yang dimaksud orang-orang dulu maupun sekarang hanya berkisar pada kemajuan ekonomi. Padahal menurut saya, kriteria maju itu bukan cuma ekonomi.

Saya ingin berpesan untuk guru-guru yang mengajarkan ilmu pada generasi Indonesia berikutnya. Jangan mengatakan indonesia adalah negara berkembang. Sampaikan alasan-alasan anda. Bahwa indonesia aslinya atau hakikinya adalah negara maju. Kalaupun kenyataannya kurikulum pelajaran mengatakan bahwa Indonesia adalah negara berkembang, baiklah katakan itu juga, namun sampaikan pada anak-anak didik anda bahwa kemajuan Indonesia bukan dilihat dari industri, teknologi, maupun gedung tingginya saja. Banyak faktor lain yang secara hakiki lebih menggambarkan apakah suatu negara dikatakan maju atau tidak. Yakinkan mereka bahwa Indonesia adalah negeri yang BALDATUN TOYYIBATUN WA RABBUN GHOFUR...

Jakarta, 30 Oktober 2016

Minggu, 16 Oktober 2016

Sabtu, 15 Oktober 2016